BAB 1 "The Beginning Of Everything"
"KUWAGATA,,,BANGUN." Teriak seorang wanita tua sambil mengguyurkan seember air dingin.
"Tapi bu, ini masih
pagi, lagipula aku sedang demam." Jawab seorang anak laki-laki sambil
menggigil kedinginan. Namun, ibunya malah menyeret dia ke dekat kolam
lalu melemparkannya.
Kuwagata
selalu disuruh kerja oleh ibunya, kadang dia juga tidak diberi makan dan
minum. Namun, Kuwagata tetap sayang pada ibunya karena dia tahu bahwa
ibunya menjadi seperti ini karena ayah Kuwagata telah meninggal.
"KUWAGATA....KEMARILAH." Teriak ibu Kuwagata memanggil.
"Ada apa bu?" Tanya Kuwagata.
"Aku akan memberikanmu sebuah ruangan lengkap dengan isinya." Ucap ibu Kuwagata sambil tersenyum.
"Benarkah?" Tanya Kuwagata heran.
"Cepatlah masuk, lalu duduk di kursi yang ada di tengah ruangan." Ucap ibu Kuwagata sambil mendorong-dorongnya masuk.
Kuwagata berlari dengan senangnya. Dia tidak percaya, akhirnya pohon kesabaran yang selama ini dia tanam berbuah.
"Akhirnya ibu menyayangiku." Gumam Kuwagata.
Kemudian Kuwagata duduk
di kursi yang dimaksud ibunya. Namun, setelah dia duduk di kursi
tersebut, badannya menjadi lemas, pandangannya kabur, dan akhirnya dia
pingsan.
Perlahan
Kuwagata tersadar dari pingsannya, kemudian dia membuka kedua matanya,
dilihatnya ruangan itu sangat terang sampai-sampai sangat sulit untuk
melihat. Kuwagata berusaha melepaskan diri dari kursi yang didudukinya,
namun percuma saja karena tangannya terikat. Tiba-tiba ibu Kuwagata
datang menyeringai.
"Anak bodoh." Ucap Ibu Kuwagata sambil tetap menyeringai.
Ibu Kuwagata
mengeluarkan sebuah pisau, lalu mulai menguliti Kuwagata. Disayatnya
tubuh Kuwagata mulai dari kepala sampai ke kaki. Sayatan tersebut
membuat sebuah sobekan kecil tapi menyakitkan.
"Ibu ampun bu, ampun bu" Kuwagata meringis kesakitan.
Darah mengalir dari
sobekan yang dibuat oleh ibu Kuwagata, Belum sempat Kuwagata mengambil
nafas, tubuhnya sudah dibaringkan di atas tumpukan arang yang sangat
panas. Kemudian, ibu Kuwagata menempatkan 14 lilin yang menyala di atas
tubuh Kuwagata, lalu pergi meninggalkan Kuwagata di dalam ruangan itu
sendirian.
"PANAS!!!" Kuwagata
berteriak ketika lilin-lilin tersebut mulai meleleh dan mengenai
sobekan-sobekan yang ada di badannya, cairan lilin tersebut masuk
melalui sobekan-sobekan itu lalu bersatu dengan darahnya, Kuwagata
merasakan kesakitan dalam ruangan yang sangat terang itu semalaman.
Pagi harinya
ibu Kuwagata mendapati anaknya masih terjaga sambil berteriak
"CUKUP!!!" sambil mengeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan.
Ibu Kuwagata menghampiri Kugawata lalu mengubah posisi Kuwagata menjadi
duduk kembali. Ibu Kuwagata mengangkat dagu Kuwagata sambil menyeringai.
"Main-mainnya sudah selesai, saatnya kita belajar matematika." Ucap Ibu Kuwagata.
"Cukup aku tak tahan."
Balas Kuwagata sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke
kanan. Namun ibunya tidak menghiraukan perkataannya.
"Akan kujelaskan peraturan mainnya." Ucap ibu Kuwagata sambil mengambil pisau.
"Pertama, apabila kau
menurut aku akan melepaskan ikatan ditanganmu. Berjanji untuk diam dan
menurut?" Ucap ibu Kuwagata, lalu ditanggapi dengan anggukan oleh
Kuwagata.
"Baik akan kubuka ikatan itu." Ibu Kuwagata membuka ikatan di tangan Kuwagata.
"Selanjutnya, aku akan
memberikan pertanyaan dan apabila jawabanmu benar kita sudahi permainan
ini, namun apabila jawabanmu salah, aku akan mengambil satu kuku jarimu
untuk satu jawaban yang salah." Ibu Kuwagata menjelaskan peraturan
permainan sambil menyeringai.
Tak lama kemudian ibu Kuwagata melemparkan pertanyaan pertama
"1+2 sama dengan?"
Kuwagata bingung kenapa ibunya memberikan pertanyaan yang mudah, kemudian Kuwagata menjawab.
"T,,,tiga"
Ibu Kuwagata menyeringai.
"Jawabanmu salah."
Ibu Kuwagata kemudian mengambil kuku jari kelingking tangan kiri Kuwagata.
"AARRGHHHHH" Kuwagata berteriak kesakitan.
Ibu Kuwagata memberikan pertanyaan kedua
"1+2 sama dengan?"
Lagi-lagi Kuwagata kebingungan, dengan ragu Kuwagata menjawab
"Tiga"
Tiba-tiba..."Srekk" Kuku jari manis tangan kirinya terambil.
"Anak bodoh, kau menjawab pertanyaan yang sama dengan jawaban yang sama." Ibu Kuwagata meledek dengan tetap menyeringai.
Kuwagata meneteskan air mata namun tetap diam dengan permainan yang dibuat oleh ibunya.
"1+2 sama dengan?" Lagi-lagi pertanyaan yang sama dilontarkan ibu Kuwagata.
Dan parahnya Kuwagata menjawab dengan jawaban yang sama
"Tiga"
Kuku jari tengah tangan
Kuwagata kini telah hilang, permainan tersebut berlanjut sampai yang
tersisa hanyalah kuku kaki sebelah kanan. Kuwagata menangis
tersedu-seduh, dia tidak mengerti maksud ibunya selama ini, dia sudah
muak dengan semua yang dilakukan ibunya. Rasa sayangnya terhadap ibunya
kini berubah menjadi rasa benci yang amat dalam. Kuwagata kini sudah
tidak memiliki perasaan lagi, perasaannya hilang ditelan penderitaan
yang diberikan oleh ibunya.
"Ibu bolehkah aku berbicara sesuatu padamu." Ucap Kuwagata dengan tenang dan hampa.
Tidak mendapat sahutan dari ibunya, Kuwagata melanjutkan perkataanya.
"Semut...apabila selalu
diinjak akan balas menggigit." Tiba-tiba Kuwagata memegang ibunya lalu
di ikat pada kursi yang dipakai ibunya untuk mengikat dirinya. Ibu
Kuwagata hanya tersenyum.
"Bu aku sekarang tau apa
sebenarnya jawaban dari pertanyaan mu." Kuwagata berbicara sambil
mengambil kapak yang berada di ujung ruangan.
"1+2 itu sama dengan mati kan?" Kuwagata mengayunkan kapaknya lalu membelah kepala ibunya.
Darah bercucuran dari
kepala ibu Kuwagata, namun Kuwagata tidak menangis bahkan rasa sedih dan
bersalahpun tidak dia miliki. Kuwagata hanya menyeringai sambil berkata
"Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya"
Kuwagata lalu pergi meninggalkan ruangan tersebut, kemudian dia menyelusuri hutan yang gelap.
Sangat Gelap

No comments:
Post a Comment
Silahkan apabila ingin memberikan komentar asalkan sopan dan bertanggung jawab